Sabtu, 06 April 2019

Amoral manajemen



Amoral Manajemen
Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau moralitas. Ada dua jenis lain manajemen tipe amoral ini, yaitu Pertama, manajer yang tidak sengaja berbuat amoral (unintentional amoral manager). Tipe ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak. Tipikal manajer seperti ini biasanya lebih berorientasi hanya pada hukum yang berlaku, dan menjadikan hukum sebagai pedoman dalam beraktivitas. Kedua, tipe manajer yang sengaja berbuat amoral. Manajemen dengan pola ini sebenarnya memahami ada aturan dan etika yang harus dijalankan, namun terkadang secara sengaja melanggar etika tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bisnis mereka, misalnya ingin melakukan efisiensi dan lain-lain. Namun manajer tipe ini terkadang berpandangan bahwa etika hanya berlaku bagi kehidupan pribadi kita, tidak untuk bisnis. Mereka percaya bahwa aktivitas bisnis berada di luar dari pertimbangan-pertimbangan etika dan moralitas.
Widyahartono (1996:74) mengatakan prinsip bisnis amoral itu menyatakan “bisnis adalah bisnis dan etika adalah etika, keduanya jangan dicampur-adukkan”. Dasar pemikirannya sebagai berikut:
 Bisnis adalah suatu bentuk persaingan yang mengutamakan dan mendahulukan kepentingan ego-pribadi. Bisnis diperlakukan seperti permainan (game) yang aturannya sangat berbeda dari aturan yang ada dalam kehidupan sosial pada umumnya.
 Orang yang mematuhi aturan moral dan ketanggapan sosial (sosial responsiveness) akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan di tengah persaingan ketat yang tak mengenal “values” yang menghasilkan segala cara.
 Kalau suatu praktek bisnis dibenarkan secara legal (karena sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan karena law enforcement-nya lemah), maka para penganut bisnis amoral itu justru menyatakan bahwa praktek bisnis itu secara “moral mereka” (kriteria atau ukuran mereka) dapat dibenarkan. Pembenaran diri itu merupakan sesuatu yang “wajar” menurut mereka. Bisnis amoral dalam dirinya meskipun ditutup-tutupi tidak mau menjadi “agen moral” karena mereka menganggap hal ini membuang-buang waktu, dan mematikan usaha mencapai laba.

1.      Subjek dan Objek
PT Rayon Utama Makmur (RUM) Sukoharjo (yang merupakan salah satu anak perusahaan tekstil raksasa PT SRITEX).
Kasus pencemaran lingkungan dan limbah yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan bau tidak sedap yang menggaggu kehidupan warga sekitar.
Warga Sukoharjo, terutama 3 desa terdekat dengan PT RUM yakni Desa Plesan, Gupit dan Celep, Kecamatan Nguter.

2.      Permasalahan:

Melawan 'Bau Tahi' PT RUM Berujung Bui

Penangkapan dua orang warga dan satu aktivis mahasiswa atas dugaan pengrusakan pabrik PT Rayon Utama Makmur (PT RUM), Sukoharjo, oleh kepolisian daerah Jawa Tengah (Jateng) mendapat kritik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Tengah dan aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Solo Raya.

Dalam hal ini, Polisi dinilai kurang cermat dalam melihat duduk persoalan yang menyebabkan terjadinya kericuhan di depan pabrik PT RUM hingga berujung pada insiden pengrusakan dan pembakaran.

"Siapapun, terutama Kepolisian, seharusnya mencermati dan melihat kasus ini secara utuh. Tentunya, tidak ada niatan dari mahasiswa maupun warga terdampak untuk melakukan tindakan di luar batas kewajaran. Mahasiswa dan warga terdampak hanya memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana telah dijamin oleh Konstitusi," kata Ivan Wagner, pengacara Publik LBH Semarang dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Jumat (9/3/2018).

Penyebab utama terjadinya kericuhan tersebut, menurut Ivan, adalah pembiaran pencemaran lingkungan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukoharjo dan pihak kepolisian.

Padahal, warga telah melakukan protes atas pencemaran tersebut sejak PT RUM beroperasi dan mengeluarkan bau busuk hasil limbah sejak Oktober 2017. Pencemaran lingkungan serta dampaknya bagi kesehatan warga di sekitar pabrik itu juga telah dikuatkan oleh hasil investigasi Tim Independen Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sukoharjo pada 18 Februari 2018.

"Tindak pidana pencemaran lingkungan oleh PT RUM dan sebab-sebab kemarahan warga lainnya, seperti adanya pemukulan terhadap warga, masih diabaikan. Padahal, warga sudah pernah melaporkan sebanyak dua kali dugaan tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan PT.RUM yaitu ke Polres Sukoharjo maupun Polda Jateng, namun belum jelas tindak lanjutnya," tambah Ivan.

Sebaliknya, polisi justru bertindak cepat dalam memproses tindakan pengrusakan aset milik PT RUM yang terjadi pada 23 Februari lalu. Dalam waktu kurang dari sebulan, polisi telah menangkap tiga orang yakni Muhammad Hisbun Payu (Is), Kelvin Ferdiansyah Subekti dan Sutarno.

Is, adalah aktivis mahasiswa dari Universitas Muhammad Surakarta, sementara Kelvin dan Sutarno ialah warga asli Sukoharjo. Ketiganya ditangkap dalam rentang waktu yang hampir bersamaan yakni 5-6 Maret lalu.

3.        Analisis:
Kami dari kelompok 2 akan memberikan analisis mengenai kasus pencemaran lingkungan oleh PT RUM yang limbah nya menyebabkan tidak hanya kerusakan lingkungan hidup seperti yang umum terjadi pada kasus pencemaran lingkungan, tetapi sudah sampai di tingkat mengganggu kehidupan warga sekitar hingga ada nya intimidasi dan proses hukum terhadap pihak-pihak yang melawan perusahaan.

a.       Apabila dilihat dari sudut pandang etika bisnis, apa yang dilakukan PT RUM, jelas merupakan sebuah tindakan amoral manajemen yakni para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada pihak lain yang dalam kasus ini adalah masyarakat sekitar. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum. Tipikal manajer seperti ini biasanya lebih berorientasi hanya pada hukum yang berlaku, dan menjadikan hukum sebagai pedoman dalam beraktivitas.
PT RUM sebagai sebuah perusahaan dinilai wajar mengejar laba dan menekan biaya operasional perusahaan. Akan tetapi, tindakan perusahaan yang abai terhadap efek pencemaran lingkungan yang diakibatkan limbah industri yang menyebabkan rusaknya lingkungan sekitar dan bau yang mengganggu kehidupan masyarakat sangat disayangkan mengingat sebuah perusahaan seharusnya menerapkan prinsip Good Governance yang tidak hanya berfokus pada peningkatan laba, tetapi juga Corporate Social Responsibility.

b.      Kalau ditelusuri lebih lanjut mengenai pengurusan izin AMDAL perusahaan, ada prosedur yang disalahi. Menurut Bambang, yang ditunjuk mewakili warga dalam pertemuan warga dengan jajaran musyarawah pimpinan daerah (Muspida) Kabupaten Sukoharjo dan perwakilan PT Rayon Utama Makmur di Balai Desa Gupit pada 9 Januari 2018, persoalan bau bersumber dari karbon disulfida yang diproduksi PT RUM. Gas berbahaya itu sama sekali tak dibahas dalam dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) saat PT RUM resmi mendirikan pabrik pada 2012. Padahal, menurut Bambang, produksi karbon disulfida dalam pabrik serat rayon diatur lewat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup 7/2012.

“Sesuai peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan itu, syarat dasar yang tidak terpisahkan adalah penyediaan continuous emission monitoring systems (CEMS),” kata Bambang merujuk sistem pemantauan emisi limbah udara berbasis komputer.

Pernyataan Bambang Hesti Wahyudi benar belaka bila izin pendirian pabrik karbon disulfida tak tercantum dalam AMDAL PT RUM, yang terbit pada Desember 2015. Dalam dokumen AMDAL perubahan yang diperoleh redaksi Tirto, PT RUM tidak secara eksplisit menjelaskan akan memproduksi senyawa karbon disulfida. PT RUM hanya mencantumkan tempat pembuatan karbon disulfida akan berada dalam area pabrik dan berdiri di atas tanah 1,1 hektare di Desa Plesan.

Dalam surat Dinas Lingkungan Kabupaten Sukoharjo ditujukan kepada Menteri Sekretaris Negara pada 2 Mei 2018 mengenai pengaduan masyarakat soal limbah udara PT RUM, tak disebut izin lingkungan pendirian pabrik karbon disulfida. Surat itu hanya mencantumkan legalitas dan perizinan PT RUM sebagai pabrik serat rayon.

Padahal dalam AMDAL, PT RUM memproduksi karbon disulfida di dalam area pabrik. Bahkan gara-gara produksi karbon disulfida ini, PT RUM diganjar sanksi tambahan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kementerian menilai PT RUM melanggar karena tak memasang sistem EMS dalam cerobong asap. Alat ini menjadi pendeteksi pencemaran udara.

c.       Tindakan represif perusahaan dan kepolisian yang dinilai janggal dalam mengusut kasus limbah PT RUM.
Sukemi Edi Susanto, ditangkap oleh polisi karena dituding merusak pabrik. Sukemi kini mendekam di balik penjara Kedungpane, Semarang, setelah divonis 2 tahun 3 bulan pada awal Agustus lalu oleh PN Semarang. Pada pertengahan Oktober kemarin, status vonisnya dinaikkan 4 tahun penjara dalam sidang banding oleh Mahkamah Agung di Jakarta.

Sejak Oktober 2017 hingga Februari 2018, lalu berlanjut dari akhir September kemarin, aroma mirip tangki septik bocor menjadi santapan bagi warga. Jika baunya menyengat bisa sampai ke dalam rumah dan bahkan bikin pusing dan mual-mual. Warga dan anak-anak bahkan harus memakai masker saban belajar di sekolah.

Bau yang tercium berbeda-beda—terkadang seperti bau kopi Luwak yang baru diseduh, pernah tercium seperti petai busuk, tapi yang lebih sering bak bau tahi—membuat Sukemi bersama warga lain di sekitar pabrik menuntut PT RUM menghentikan operasionalnya.

Di bawah Forum Komunikasi Masyarakat [Desa] Plesan, Gupit, Celep, Pengkol (FKM-PGCP), Sukemi rajin melayangkan protes di depan pabrik PT RUM sejak 27 Oktober 2017. Saban aksi, Sukemi jarang absen. Ia bahkan mengajak Veny dan ketiga anaknya ketika ratusan warga di Kecamatan Nguter menggelar aksi di depan kantor parlemen daerah Sukoharjo.

Belakangan, kesal karena tuntutan warga diabaikan para politikus daerah dan Bupati Wardoyo Wijaya, mereka mendatangi pabrik PT RUM pada akhir Februari, yang berbuntut ricuh. Sukemi, bersama empat warga lain, dituding sebagai pelaku perusakan fasilitas PT RUM.

Sukemi ditangkap bersama Brillian Yosef Nauval, Kelvin Ferdiansyah Subekti, Sutarno, dan Mohammad Hisbun Payu. Dua warga lain, Bambang Hesti Wahyudi dan Danang Tri Widodo, ditangkap dengan pasal karet lewat UU ITE karena menimbulkan sentimen SARA.

Mereka termasuk yang paling vokal melawan pencemaran limbah cair dan udara dari PT RUM, yang kepemilikannya terkait dengan keluarga pendiri PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex, hanya sekitar 20 menit dari lokasi PT RUM, juga sama-sama di Sukoharjo. Sritex adalah perusahaan tekstil terbesar di Indonesia yang berdiri pada 1966 di Solo, yang memproduksi seragam militer untuk TNI maupun negara-negara adidaya termasuk NATO.

Tindakan warga seharusnya tidak ditanggapi dengan sebuah pelaporan ke polisi, PT RUM seharusnya introspeksi diri dalam memperbaiki pengolahan limbah sehingga tidak ada konflik antara warga dan perusahaan. Apalagi ditambah dengan keganjalan pengusutan oleh kepolisian yang dinilai berpihak pada perusahaan dibanding warga sekitar.

4.        Referensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar